Selama lima atau enam abad pertama dalam sejarah peradaban Sumeria,
negara-negara kota mucul berdampingan tanpa saling bersatu. Hal ini terjadi
mengingat masih sangat luasnya teritori rawa dan masih sedikitnya jumlah
penduduk yang ada. Sehingga setiap kelompok penduduk dapat mengolah dan
menikmati kekayaan rawa dengan tidak terhingga[1].
Kehidupan sehari-hari di kota pertama negeri-negeri dunia lama
tentunya mirip, baik di Mesir maupun Sumeria. Kecuali untuk keledai dan sapi
yang ada di jalan-jalan, kehidupan mereka berbeda dengan kehidupan di kota Maya
di Amerika pada kurun waktu tiga atau empat ribu tahun belakangan. Sebagian
besar orang dalam sehari-hari berada di masa damai yang sibuk dengan irigasi
dan bercocok tanam, kecuali pada hari-hari perayaan keagamaan. Mereka tidak
punya uang dan tidak membutuhkanya. Mereka sesekali melakukan perdagangan
dengan cara barter. Hanya para pangeran dan penguasa yang mempunyai harta milik
yang lebih banyak, dimana menggunakan batangan emas, perak dan batu-batu mulia
untuk perdagangan. Kuil mendominasi kehidupan. Di Sumeria kuil adalah sebuah
bangunanbesar yang menjulang tinggi dan dapat dinaiki sampai ke atapnya, disini
lah tempat untuk mengamati bintang-bintang. Sedangkan di Mesir, kuil adalah
bangunan yang sangat besar yang hanya mempunyai tingkat dasar. Di Sumeria
penguasa imam adalah mahluk teragung yang paling megah. Namun di Mesir, ada
seorang yang lebih tinggi diatas kaum pendeta, dianggap sebagai perwujudan yang
hidup dari dewa utama negeri itu, sang Firaun, raja dewa.
Pada masa itu, hanya terjadi sedikit perubahan di dunia, hari-hari
manusia cerah, melelahkan dan konvesional. Hanya sedikit orang asing yang
datang ke negeri itu dan mereka pergi dengan tidak nyaman. Kaum imam
mengarahkan kehidupan menurut aturan-aturan dari zaman dahulu kala. Mereka
mengamati bintang-bintang untuk mengetahui masa benih dan menandai
pertanda-pertanda penguburan, serta menafsirkan peringatan dari mimpi. Manusia
bekerja, bercinta dan mati, bukan tak bahagia, lupa akan masa silam biadab ras
mereka tak peduli pada masa depan[2].
Seiring perkembangan jumlah penduduk masalah pun mulai bermunculan.
Momentum politik penting terjadi ketika domain negara-negara kota lokal yang
semakin luas mengeliminasi zona-zona rawa yang mengisolasi dan menjadi saling
bertetangga secara langsung. Kesempurnaan kemenangan teknologi manusia atas
alam di Sumeria pada kenyataannya menimbulkan masalah politik dalam hubungan
sesama manusia. Negara-negara kota terus bertahan, setelah menjadi saling
bertetangga,masing-masing mempertahankan independensi kedaulatan lokalnya
sendiri. Pada fase ini, produktifitas tanah genting Tigris Eufrat begitu luar
biasa, sehingga sebagian hasilnya dapat menghidupi anggota perusahaan disebuah
negara kota Sumeria scara mewah.
Sekitar paro milinium ketiga SM, ciri yang menonjol bukanlah
terpeliharanya status istimewa perusahaan di setiap negara kota, tetapi
perseteruan antar negara kota. Dari relief dasar yang menggambarkan Raja Eannatum
di lagash sedang merayakan kemenangannya atas tetangganya, Umma, menunukan
bahwa sebelumnya peperangan antar negara di Sumeria telah menjadi sangat
terorganisir dan proposional. Pasukan Raja Eannatum tidak hanya dilengkapi
dengan helm-helm dari logam yang mahal dan tameng-tameng yang memadai, tetapi
mereka juga dilatih scara baik untuk menyerang musuh dalam formasi ruas
jari.pangkal pertikaian antara Lagash dan Umma pada masa Eannatum adalah
kepemilikan sebuah kapal di perbatasan antara dua negara tersebut, yang dapat
menghasilkan tanah produktif di tengahnya yang bergantung pada irigssi dan
drainase dari kanal yang diperebutkan tersebut[3].
Setelah Umma, Negara kota bangsa Sumeria yang berkuasa berikutnya
adalah Urukagania. Urukagania menguasai bukan hanya Lagash tapi juga seluruh
negara kota Sumeria. Selanjutnya ia meluaskan kerajaannya melampaui batas-batas
Sumeria hingga kerajaan ini membentang dari laut ke laut, yaitu dari ujung
kepala teluk Persia sampai pantai Mediterrania di Syiria bagian utara[4].
[1] Leonard Cottrel.1957.The Anvil of Civilization.Amerika.The
New American Library.hal 83.
[2] H.G.Wells Short History of The World, Sejarah Dunia Singkat,Jogjakarta,Indolestari,2013,hal
59.
[3]Will Durant 1942.. Story of Civilization:. Orient Our Heritage New York: Simon and
Schuster. Hal. 119
[4] H.G.Wells Short History of The World, Sejarah Dunia Singkat,Jogjakarta,Indolestari,2013,hal
57.
Good
BalasHapusGood
BalasHapus