Dalam sebuah peradaban, semaju apapun peradan tersebut, kemajuan
itu pastilah ada akhirnya ini sudah menjadi hukum alam, ada kalanya bangsa itu
berada di atas dalam puncaknya tapi semua itu pasti ada akhirnya, istilah yang
sering kita gunakan roda pasti berputar, begitu juga dengan Bangsa Sumeria,
kemajuan Bangsa Sumeria yang bahkan mengejutkan kita, pada peradaban kuno
bahkan merupakan awal dari peradaban manusia telah menemukan berbagai
pengetahuan juga seni, dan bahkan jika kita pikirkan dibanding masa sekarang
Bangsa Sumeria lebih cerdas dari kita, bagaimana mungkin dengan teknologi yang
belum pesat seperti masa sekarang mereka telah menciptakan banyak pengetahuan,
tapi inilah hukum alam, kejayaan itu tinggal sejarah yang banyak memberikan
ibrah kepada kita semua.
Seperti bangsa pendahulunya yaitu ‘Aad bangsa
tsamud(sumer,sumeria)juga mengalami kehancuran dan terkubur bersama penduduknya
dibawah timbunan pasir gurun tanpa diketahui secara pasti apa faktor penyebab kehancurannya. Lagi-lagi para
sejarawan dengan tergesa-gesa, kembali menuduh gerombolan Gut ( istilah
bernuansa negatif yang diberikan kepada pengikut Nabi Hud oleh para orientalis
) telah menyerang dan menghancurkan Sumeria seperti yang dialami oleh bangsa
pendahulunya. Padahal, sekali lagi sangat musthil apabila gerombolan Nabi Hud
menghancurkan Sumeria dengan pertimbangan yang amat banyak seperti apa
tujuannya menyerang Sumeria? Mungkinkah dengan jumlah anggota kecil, gerombolan
Nabi Hud mampu menghancurkan Sumeria yang memiliki tentara dan teknologi lebih
canggih
Sementara para sejarawan mengetahui pasti bahwa penduduk, kekayaan
(emas, perak, lazuardi, dan lainnya) dan bangunan Bangsa Sumeria terkubur dalam
tumpukan pasir secara utuh. Sehingga analisi yang kira-kira mendekati kebenaran
yaitu bahwa bangsa Sumeria yang tidak lain adalah bangsa Tsamud hancur akibat
bencana yang sangat dahsyat karena mereka telah mengeksploitasi alam secara
tidak seimbang, dapat kita cermati pada QS Fshshilat ayat 17. Sementara keadaan
alam saat itu masih rawan petaka karena sedang melakukan proses penstabilan
akibat bencana banjir yang melanda seluruh permukaan bumi (era Nabi Nuh,
kira-kira 4000 SM).[1]
Sesua dengan aturan kosmos, suatu yang tidak alami, natur, suci,
fitrah seperti misalnya kepercayaan yang bersifat delusif atau mitos, pasti
akan dilibas habis oleh perputaran alam. Dimana dalam alQur’an disebutkan Innal
bathila kaana zahuqo sesungguhnya yang
tidak benar adalah sesuatu yang pasti lenyap, maka ketika bangsa Sumeria
terjebak dalam berbagai kenakalan hidup munculah shulih (shulig, shulgi)
Baginda Urnamu menemui ajalnya di dalam petaka yang menimpa
Sumeria. Sementara ada orang-orang sumeria yang tidak mengalami petaka itu,
karena sudah melakukan evakuasi di bawah koordinator shulih, yang menurut
prasasti sezamannya bernama shulig atau shulgi. Merekalah orang-orang penganut
monoteisme (Islam) yang amat dimusuhi rezim Urnamu. Shulgi sendiri oleh mereka
dikenal sebagai guru karena kecerdasanya, diplomat(rasul), pelindung seni,
pendiri masjid dan penyelenggara segala kebaikan bagi negeri dan rakyatnya.
Komentar
Posting Komentar