situs kota rentang

 


Kota Rentang diyakini merupakan bandar yang super sibuk karena tepat berada di samping sungai Dalu yang bermuara ke laut Belawan. Pada akhirnya kota ini jatuh atas gempuran pasukan Aceh dan menyingkir ke daerah Deli Tua, di sebelah timur Medan. Dari sana, lintasan peradaban tua Medan menjadi punah selama-lamanya dan hanya dapat direkontruksi dengan melakukan penelitian berkesinambungan sehingga tautan antar periodisasi sejarah dapat dibentangkan. Aktivitas kemaritiman di pesisir timur Sumatera tidak hanya memunculkan satu lokasi dan satu kurun waktu tertentu sebagai simpul yang berdiri sendiri. Indikasi adanya dinamika, keterkaitan, dan kesinambungan pemanfaatan pesisir timur Sumatera dalam aktivitas kemaritiman dan interaksi antar bangsa dan budaya yang terjadi di masa lalu cukup besar. Penelitian arkeologis yang cukup intensif telah dilakukan di situs-situs Pulau Kampai, Kota Cina, dan Kota Rantang beberapa waktu berselang menghasilkan data yang cukup menarik. Informasi yang diperoleh melalui data dimaksud menunjukkan keberadaan kegiatan pelayaran dan perdagangan, juga pengenalan akan beberapa aspek kehidupan, serta kronologi yang cukup sahih.

                Kejayaan Situs Kota Rentang pada masa lampau yang merupakan salah satu tempat terpenting di pesisir timur Sumatera kini tidak nampak lagi. Kurangnya pengetahuan masyarakat setempat tentang sejarah dari situs ini menyebabkan kawasan ini tak ubahnya hanya hamparan persawahan, kebun sawit dan tambak ikan. Hal ini diperparah dengan sikap kurang pedulinya pemerintah terhadap situs-situs cagar budaya yang ada di Sumatera Utara, sehingga tidak jarang situs-situs yang ditemukan di Sumatera Utara dengan kondisi yang tidak terawat dan bahkan hampir dikatakan hilang. Padahal jika ada perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap situs yang ada di daerah mereka, tidak menutup kemungkinan bisa menjadi menjadi destinasi wisatawan yang berkunjung ke Sumatera Utara. Dan tentu saja akan berdampak pada kehidupan perekonomian masyarakat setempat. Kondisi situs kota rentang saat ini bisa bilang sangat memprihatinkan, banyak lahan-lahan yang diindikasi terdapat temuan-temuan kuno berubah fungsi menjadi tambak ikan, dimana dalam proses pembuatannya menggunakan alat berat sehingga tidak menutup kemungkinan temuan-temuan yang masih utuh menjadi rusak. Selain itu, pol pikir masyarakat masih kental dengan hal mistis. Hal tersebut dapat dilihat dengan batu nisan kuno yang ada di kawasan ini banyak yang hilang.

                Bukti bahwa kawasan ini merupakan salah satu kawasan yang penting pada masanya adalah dengan ditemukannya berbagai temuan yang merupakan bagian dari aktivitas pada masa lalu seperti keramik, tembikar, batu-batuan dan bahkan nisan yang bisa dijadikan sebagai sumber penggalian informasi tentang masa kejayaan atau kehidupan yang terjadi di kawasaan ini pada masa  lampau. Aneka keramik yang ditemukan peneliti paling banyak berasal dari Dinasti Yuan abad ke-13-14. Ada juga temuan keramik dari Dinasti Ming abad ke-15, keramik Vietnam abad ke-14-16, keramik Thailand abad ke-14-16, keramik Burma abad ke-14-16, dan keramik Khmer abad ke-12- 14. Adapun batu nisan yang ada di lokasi bergaya Islam dengan bertuliskan syahadat tanpa ada angka tahun. Di sekitar lokasi, juga terdapat batu bata yang diduga bahan bangunan sebuah candi. Namun, belum dapat dipastikan apakah batu bata merah itu potongan candi. Batu-bata itu terkonsentrasi di sebuah gundukan tanah dengan sarang rayap di sekitarnya.

                Situs Kota Rentang secara administratif berada di wilayah Desa Kota Rantang, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Lahan situs Kota Rentang merupakan dataran aluvial yang terbentuk dari hasil sedimentasi Sungai Hitam (Arangdalu) dan Sungai Paya Puntung yang bermuara ke Sungai Belawan. Sebagian besar masyarakat yang berdiam di areal situs mengusahakan lahannya sebagai areal persawahan, perkebunan kelapa, kelapa sawit, kakao; maupun usaha perikanan dengan membuka tambak atau kolam ikan. Ketika Edmund Edward McKinnon meninjau situs ini pada tahun 1972, dilihatnya sejumlah nisan Batu Aceh dan 2 pecahan mangkuk keramik dari masa awal Dinasti Ming (abad ke-14), masing-masing berasal dari kiln (tungku pembakaran) Longquan dan Jingdezhen.

                Namun, ketika pada tahun 2005 McKinnon meninjau ulang situs ini, sebagian besar nisan Batu Aceh yang pernah dilihatnya pada tahun 1972 tela hilang; hanya sebagian kecil yang tersisa di beberapa lokasi. Pada tahun 2008, satu tim arkeologi yang terdiri dari para peneliti dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Balai Arkeologi Medan, Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara, Asia Research Institute (National University Singapore), dan Boston University, melakukan penelitian sistematis pertama kali terhadap situs Kota Rentang. Penelitian tahun 2008 tersebut telah berhasil sejumlah aspek kehidupan manusia masa lalu yang jejak-jejaknya berupa artefak dan ekofak yang tersebar di permukaan dan di bawah tanah. Ragam keramik dan tembikar yang ditemukan merupakan petunjuk interaksi penghuni situs ini di masa lalu dengan para pendatang dari Asia Tenggara daratan dan Cina. Selain itu juga ditemukan petunjuk keberadaan hunian kuno, yang didasarkan atas temuan data ekofak berupa tonggak tonggak kayu yang diduga adalah tiang-tiang rumah di lahan pasang surut.

                ditemukan pecahan batu nisan dan beberapa pecahan keramik dari Dinasti Yuan abad ke-13 sampai abad ke-14; Dinasti Ming abad ke-15, keramik Vietnam abad ke-14 sampai abad ke-16, keramik Thailand abad ke-14 sampai abad ke-16, keramik Burma abad ke- 14 sampai abad ke-16, dan keramik Khmer abad ke-12 sampai abad ke-14. Adapun batu nisan yang ada di lokasi bertuliskan syahadat tanpa tarikh. Walau demikian, makam-makam kuno yang diteliti bukan di desa Mojopahit, tetapi di beberapa lokasi yaitu di Dusun II Kota Rantang Luar.

                Selain ditemukan fragmen keramik, di kawasan ini juga ditemukan fragmen tembikar. Sejumlah fragmen tembikar yang berhasil ditemukan melalui survei permukaan terdiri dari beragam bentuk, bahan, warna, dan kualitas. Keragaman tersebut selain merupakan cerminan tingkat teknologi dan kreativitas pembuatnya, juga dapat dijadikan petunjuk tentang asal benda maupun rentang masa relatif pemanfaatan kawasan Kota Rentang di masa lalu. Tembikar yang ditemukan di situs Kota Rentang banyak bercorak India Selatan abad 13-15 M, tetapi tidak menutup kemungkinan ditemukan tembikar lain, ditemukannya fragmen tembikar halus bagian bibir; berdiameter 14 cm, tebal 0,8 cm; warna krem pucat; di pangkal sisi dalam, terdapat sepasang goresan horizontal; kemungkinan merupakan bagian bibir dari kuali atau kendi berbahan halus, yang berasal dari daratan Asia Tenggara khususnya kawasan sekitar Satingphra di Teluk Siam, mulai diproduksi setidaknya pada abad ke-11 atau ke-12. Selain ditemukan di situs Kota Rentang benda sejenis juga ditemukan di situs Kota Cina dan situs Bukit Hasang (Barus). Merujuk pada hasil kajian Daniel Perret untuk sementara dapat dinyatakan bahwa benda ini adalah kuali dari India Selatan yang diproduksi antara abad ke-13 hingga ke-15. Keberadaan tiga benda sejenis yang berasal dari India Selatan menjadi petunjuk keterkaitan tempat-tempat di mana benda-benda ini ditemukan (Barus, Kota Rentang, dan Kota Cina) dengan kawasan selatan anak benua/India pada masa lalu

Komentar